Saturday, April 17, 2004
MEMANG ada hal-hal yang dapat diubah. Kalau Anda terlalu pendek, mungkin bisa diatasi dengan banyak berolahraga. Tetapi, kalau anda terlalu jangkung, wah, mana ada cara untuk memendekkannya?
UNTUK itu, saya berharap kita semua lebih mau menerima diri kita sebagaimana adanya. Tetapi, jika Anda masih merasa gelisah saat bercermin, teman saya mempunyai usul:
TEMPELLAH sehelai kertas di cermin Anda dengan tulisan:
Ya Tuhan,
berikan saya ketenangan hati
untuk bisa menerima apa yang tidak dapat diubah,
keberanian untuk mengubah apa yang perlu diubah,
dan akal budi untuk membedakannya.
MENJADI dewasa juga identik dengan perubahan itu sendiri. Di dalam kata perubahan termuat juga antara lain kata membuang, mengambil, mengejar, dan membedakan.
MENJADI dewasa tidaklah mudah. Menjadi dewasa juga berarti meninggalkan dunia anak yang serba enak, serba tersedia, tinggal makan, tinggal main, tinggal tidur, and it's all free of charge!
SEORANG teman sejati pernah berkata, "Ketika aku kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang, setelah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu."
TETAPI BUKAN HIDUP UNTUK DIRI SENDIRI
APAKAH menjadi dewasa berarti harus menikah? Memang, menurut kisah penciptaannya, ketika Sang Khalik menciptakan manusia, Ia juga menciptakan lembaga pernikahan. Ia memungkinkan dan memberkati pernikahan. Namun, sebuah kemungkinan bukan merupakan keharusan dan tidak selalu harus digunakan. Misalnya, Sang Khalik memberi kemungkinan kepada kita untuk berenang. Apakah itu berarti kita semua harus cakap dan gemar berenang?
BANYAK orang melihat keadaan hidup membujang hanya dari segi negatifnya, misalnya rasa sepi atau ketidakpastian akan hari depan. Tetapi, sebetulnya dalam hidup berkeluarga pun rasa sepi dan ketidakpastian itu dapat terjadi.
JARANG orang melihat bahwa hidup membujang pun ada segi positifnya. Hidup membujang dapat berarti lebih banyak waktu, tidak terikat pada kewajiban-kewajiban sebagai anggota keluarga, lebih banyak kesempatan pengembangan diri untuk karier, profesi, penyerahan diri seutuhnya kepada Sang Khalik, dan pengabdian kepada masyarakat.
PAKAR psikologi perkembangan, Erik Erikson, mengatakan, salah satu ciri kedewasaan adalah sifat generativitas. Yang dimaksud bukanlah berproduksi secara biologis, melainkan mengembangkan mutu hidup bagi generasi selanjutnya. Orang yang membujang pun bersifat generatif. Sama seperti orang yang berkeluarga, orang yang membujang pun dapat mewariskan atau menyalurkan kecakapan, pengetahuan, dan nilai-nilai hidup kepada generasi selanjutnya. Bahkan, orang yang membujang mungkin dapat melakukan pewarisan itu dengan lebih ampuh dan dengan jangkauan yang lebih luas.
BEBERAPA pribadi di bawah ini dapat disebut sebagai contoh: Pascal, Jean d'Arc, Florence Nightingale, Erasmus, dan Mother Theresa. Siapa yang dapat menyangkal besarnya peranan mereka untuk umat manusia?
MEMANG kebanyakan orang dewasa menempuh kehidupan menikah. Tetapi, itu bukan berarti bahwa hidup membujang adalah penyimpangan. Sebagaimana masyarakat mempunyai ruang untuk mereka yang menempuh hidup menikah, demikian pula sebaliknya.
BAIK hidup menikah maupun membujang adalah hidup yang utuh, penuh, dan wajar. Karena itu, orang yang hidup membujang perlu mendapat perlakuan yang wajar. Mereka tidak perlu dikasihani, tetapi tidak perlu pula dikagumi. Mereka tidak usah ditanya mengapa mereka tidak menikah. Hidup membujang bukan tanda hina dan bukan pula tanda mulia. Arti hidup manusia bukan diukur dengan hal menikah atau tidak.
SEORANG karib pernah berkata, "Ada yang tidak dapat kawin karena ia memang terlahir demikian dari rahim ibunya, ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena imannya."