Put Me Down

Friday, April 23, 2004

THE WORLD IS MINE

TODAY, upon a bus, I saw a very beautiful woman.
And wished I were as beautiful.
When suddenly she rose to leave,
I saw her hobble down the aisle.
She had one leg and wore a crutch.
But as she passed, she passed a smile.
Oh, God, forgive me when I whine.
I have two legs; the world is mine.

I stopped to buy some candy.
The lad who sold it had such charm.
I talked with him, he seemed so glad.
If I were late, it'd do no harm.
And as I left, he said to me,
"I thank you, you've been so kind.
It's nice to talk with folks like you.
You see," he said, "I'm blind."
Oh, God, forgive me when I whine.
I have two eyes; the world is mine.

LATER while walking down the street,
I saw a child I knew.
He stood and watched the others play,
but he did not know what to do.
I stopped a moment and then I said,
"Why don't you join them dear?"
He looked ahead without a word.
I forgot, he couldn't hear.
Oh, God, forgive me when I whine.
I have two ears; the world is mine.
With feet to take me where I'd go.
With eyes to see the sunset's glow.
With ears to hear what I'd know.
Oh, God, forgive me when I whine.
I've been blessed indeed, the world is mine.

SUKSES DALAM HIDUP?

At Age 03......Success is.....not peeing in your pants.
At Age 06...Success is...finding your way home (from school)
At Age 12...........Success is.......having friends
At Age 16......Success is........having a driver's license
At Age 20...........Success is.........having sex
At Age 35...........Success is..........having money
At Age 45...........Success is..........having money
At Age 55...........Success is..........having money
At Age 60...........Success is.........having sex
At Age 65........Success is...keeping a driver's license
At Age 70...........Success is.......having friends
At Age 75...Success is...finding your way home (from anywhere)
At Age 80...Success is...not peeing in your pants

Dari Kompas:

Sanggar Ciliwung,
Ruang Kreatif Warga Bukit Duri


SOLIDARITAS itu ternyata masih ada di Jakarta. Sepenggal kisahnya dapat dijumpai di bantaran Kali Ciliwung di Bukit Duri. Di sanalah Sanggar Ciliwung berada. Sebuah sanggar kecil di mana masyarakatnya, mulai dari anak-anak, remaja, sampai orang tua, bisa beraktualisasi secara kreatif.

SAAT menyusuri Jembatan Tong Tek menuju sanggar itu dari arah Terminal Kampung Melayu, tampaklah beragam perkakas bekas, seperti lemari, meja, dan kursi kayu, di kanan kiri jembatan. Dari gang kecil di samping Pos Polisi Bukit Duri Sektor Metropolitan Tebet di ujung jembatan tampaklah permukiman padat Bukit Duri yang diapit Kali Ciliwung dan rel kereta api Stasiun Manggarai.

SUASANA gang amat riuh. Anak-anak kecil berlarian sepanjang gang, sementara warga Bukit Duri yang umumnya tinggal di rumah-rumah petak berukuran sempit, Selasa (20/4) siang itu, duduk mengobrol di depan rumah.

KAWASAN itu dulu dikenal sebagai kawasan bromocorah, kawasan "hitam", yang setiap tahun ada saja rumah warga yang hanyut dibawa banjir. Penduduk dengan cepat mengenali orang yang baru pertama bertandang ke sana. "Cari Sanggar Ciliwung ya? Itu di sana, pokoknya rumah kayu di kiri jalan," kata laki-laki yang lengan kanannya bertato.

SANGGAR yang berdiri persis di tepian Kali Ciliwung itu berupa rumah tingkat berpagar kayu. Sanggar berukuran 7 x 8 meter itu sebagian besar menggunakan kayu kamper dengan dinding batu bata yang tidak dilapisi semen. Lantai satu yang merupakan ruangan luas menjadi arena belajar dan bermain anak-anak, sekaligus tempat warga berkumpul. Dari teras belakang tampak derasnya arus Kali Ciliwung.

LANTAI dua menjadi ruang tamu, perpustakaan, ruang kerja, dan dapur. Lantai tiga yang memanfaatkan ruang kecil di atap antara lain menjadi tempat sembahyang para relawan Sanggar Ciliwung dari berbagai kalangan: Islam, Buddha, Kristen, maupun Katolik. Ruang lainnya di lantai yang sama dimanfaatkan untuk menyimpan barang-barang bantuan banjir atau sablonan kaus.
Bangunan Sanggar Ciliwung resmi berdiri pada 13 Agustus 2000, diawali dari cuti sabatikal mantan Direktur Institut Sosial Sandyawan Sumardi SJ tahun 1999 ketika kejenuhan mulai mengimpitnya. Ia memilih "menyepi", merefleksikan aksinya, dan mendalami spiritualitas dengan mengontrak rumah yang nyaris roboh, di gang yang dikenalnya saat membantu korban banjir.
Karena Sandyawan sangat menyukai anak-anak—bahkan anak-anak di gang tersebut ada yang pernah ikut di institut sosialnya—rumah kontrakannya segera dipenuhi tawa canda anak-anak. "Mereka datang sendiri," kata Sandyawan.

BEGITU ada aktivitas, rumah kontrakan yang dapurnya hanyut saat banjir itu pun dibeli Sandyawan dari honor berceramah dan menulis kata pengantar buku. Ketika seorang teman berniat membantu pembangunan rumah, Sandyawan berkonsultasi dengan warga sekitar. Dengan persetujuan warga, rumah itu lalu menjadi arena berkumpul anak-anak dan remaja Bukit Duri. De facto, inilah ruang publik terbesar di kawasan itu.

PROGRAM-program pendidikan pun mulai disusun untuk anak-anak warga Bukit Duri. Setiap hari, seusai pulang sekolah—dari Senin hingga Minggu—anak-anak diajar menggambar, matematika, sastra, bahasa Inggris, olah vokal, seni kriya, menulis buku harian, bermain musik, membaca dan mendongeng, juga bermain teater.

PENDAMPING tetap di sanggar ada 12 orang, separuh di antaranya adalah anak-anak warga di sana. Yanti (22), salah seorang pendamping, bahkan sudah "ikut" Sandyawan sejak umur 12 tahun. Pendamping tidak hanya mengurus anak-anak, tetapi juga membantu para dokter yang datang setiap hari Rabu dan Jumat di sanggar tersebut. Setiap Rabu dr Budi memberikan pelayanan gratis akupunktur bagi warga, sedangkan hari Jumat giliran dokter umum yang "praktik" di sana.

SANGGAR Ciliwung benar-benar menjadi rumah terbuka, menjadi tempat warga berkumpul mendiskusikan persoalan hidup mereka, bahkan menjadi posko banjir dan kebakaran. Solidaritas warga pun makin mengental. Saat banjir tahun 2002 menghanyutkan 46 rumah di kawasan itu, warga bahu-membahu membangunnya kembali.
"Dengan bantuan teman-teman, saya bisa kumpulkan bahan material untuk membangun 14 rumah. Warga sekitar bersedia bergotong-royong membangun. Bahkan, seorang ibu, koordinator koperasi di sini yang akan mendapat bantuan, justru menolak. Dia bilang, bantuan dikumpulkan saja supaya bisa didistribusikan dengan benar. Rumahnya sudah hanyut tenggelam, namun ibu itu masih memikirkan orang lain," kata Sandyawan.
Atas bantuan arsitek-arsitek muda, mushala pun turut diperbaiki dan menjadi cantik di tengah "kumuhnya" perkampungan. Tiga sarana mandi cuci kakus (MCK) besar dengan masing-masing empat kamar mandi juga diwujudkan dengan saling bekerja sama.
Ibu-ibu pun tidak mau kalah. Sejak Ibu Safril—pendiri koperasi di Malang yang memiliki 8.000 anggota—datang dan berbicara tentang pentingnya koperasi, mereka tergerak membentuk Koperasi Tanggung Renteng di Bukit Duri yang sampai saat ini sudah ada sembilan kelompok. Koperasi simpan pinjam yang kini beromzet Rp 16 juta itu sangat membantu kehidupan warga yang umumnya bekerja di sektor informal.
Tak hanya mengelola koperasi, ibu-ibu pun mengelola beasiswa untuk 150 anak warga Bukit Duri. Beasiswa itu diperoleh dari donasi yang diterima Sandyawan. Setiap bulan, masing-masing anak mendapatkan biaya sekolah sebesar Rp 50.000-Rp 70.000. "Ibu-ibu itu sangat teliti karena itu untuk kepentingan anak-anak mereka," ujar Sandyawan.

BUKIT Duri yang semula dikenal sebagai daerah preman, daerah laki-laki bertato dan sangar, perlahan mulai pupus. Remaja-remaja bertato itu kini rajin menyablon. Home industry sablon atau membuat kertas daur ulang mulai terlihat di beberapa rumah.
"Mereka yang bertato itu dulu minder. Tetapi, setelah saya libatkan menjadi relawan untuk membantu musibah longsor di Sukabumi dan mengurusi warga Madura yang mengungsi saat kerusuhan Sampit, mereka kini menjadi lebih percaya diri daripada remaja karang taruna," kata Sandyawan.
Dengan membantu orang lain, ternyata harga diri mereka tumbuh. Mereka merasa berguna dan memiliki arti hidup karena dapat berbuat sesuatu untuk sesamanya. Kalau saja sanggar-sanggar yang "menggarap" masyarakat basis seperti ini muncul di wilayah lain di Indonesia, alangkah tenteram dan sejahteranya warga. Apalagi, kuncinya sederhana: memanusiakan manusia.
(ELOK DYAH MESSWATI)

NERAKA DI INDONESIA

SEORANG warga negara Indonesia meninggal. Karena dosanya bejibun, dia dikirim ke neraka. Dia mendapatkan kenyataan bahwa ada bermacam-macam neraka yang diberi
nama sesuai dengan nama negara yang ada di dunia. Tapi, si Indonesia sialan penuh dosa itu boleh memilih neraka mana yang dia sukai untuk menjalani azab.

PERTAMA dia datang ke neraka orang Jerman dan bertanya, "Kalian ngapain aja di sini?"
Ada orang di situ yang menjawab, "Pertama-tama, kita didudukkan di kursi listrik selama satu jam. Lalu, kemudian ada yang membaringkan kita di atas ranjang paku selama satu jam lagi. Setelah itu, setan Jerman
muncul dan memecut kita sepanjang sisa hari."
Karena kedengarannya agak berat, orang Indonesia itu pergi ke neraka yang lain. Dia coba melihat-lihat bagaimana keadaan di neraka Amerika Serikat, Inggris, Hong Kong, Singapura, dan neraka Rusia. Hampir semua
neraka dia datangi dan dia berkesimpulan bahwa semua neraka itu kurang-lebih sama saja dengan neraka Jerman.

AKHIRNYA ia tiba di neraka Indonesia dan melihat antrean orang panjaaaaaaang sekali. Anehnya, orang yang antre itu terdiri dari berbagai bangsa: Amerika, Hongaria, Yahudi, Cina, India, Turki, Iran, Arab, dan Afrika. Mereka menunggu giliran untuk masuk dengan sabar. Si Indonesia tadi heran dan bertanya, "Apa yang dilakukan di sini?"

SESEORANG dalam antrean dengan wajah berseri-seri menjawab, "Pertama-tama, ada yang mendudukkan kita di atas kursi listrik selama satu jam. Lalu, ada yang membaringkan kita di atas ranjang paku selama satu jam lagi. Sesudah itu setan Indonesia pun muncul. Dia
ditugasi memecut kita selama sisa hari."
"Lha, persis sama dengan neraka-neraka yang lain. Kenapa kalian begitu bodohnya, antre begitu lama untuk masuk? Ke neraka yang lain saja kan tak perlu antre?!"

"DI SINI," kata orang di dalam antrean tadi,
"pemeliharaan begitu buruknya. Kursi listriknya nggak ada stroom karena sudah rusak dan nggak diperbaiki. Paku-paku di ranjang tempat kita dibaringkan sudah pada hilang dicuri orang. Setannya adalah mantan pegawai negeri. Jadi, mereka cuma datang, tanda tangan
absen, pegang-pegang pecut, lalu pergi ke kantin ngobrol dan ngerokok di situ."

Begitu parahkah Indonesia?

Indonesian Idol-AFI-Fenomena?

TULISAN ini sedang dalam pengerjaan. Harap sabar. Jika anda mempunyai gagasan, tuangkan saya pada comment di bawah. Nanti kita gabung bersama.

DRAFT, peserta masuk, tes (nyanyi, apa kek segala macem), digojlak-gojlok kiri kanan, ada yang minta kesempatan lagi, jatuh, gulung-gulung, sujud, keluar, nangis pelukan, teriak gembira, yesss, ok, she's rock, apalah, pokoknya segala macam ungkap emosi.

PENONTON tarik napas, deg-degan, merinding, mata menyipit, ada yang cemooh, sinis, ikutan nangis, ngga peduli, sebodo teing, ngutukin juri yang sok, padahal mereka ngga tau juga.

BANYAK emosi yang terlibat dalam perjuangan mereka memperoleh ketenaran, perubahan dalam hidup, fast track, jalur singkat, instant ngga instant sama saja. Doa, permohonan, usaha, kursus, ikutin mode, gaya baru, hidup sehat, wuih ideal banget, asik, serbaneka. Begitu banyak pengorbanan.

Bersambung...

* About Dog

HANYA seorang yang terus belajar dalam hidup dan kehidupan tentang hidup dan kehidupan itu sendiri. Memikirkan dan terus mencoba berkreasi dengan cipta dan rasa dalam bungkus kata terhadap makna. Sebelum makna itu sendiri lari meninggalkan kata. Kata jadi Hampa dan tak berguna. Sekadar coba mewujudkan hidup yang lebih utuh dalam dunia kita.

KUMPULAN perenungan ini adalah hasil rangkuman dari apa yang pernah terbaca dan yang telah tertulis sebelumnya oleh para "sahabat" yang membakt

mail : aku_temanmu@hotmail.com
ym : gadjah_gondrong@yahoo.com

* Dog Archieves

Thursday, April 15, 2004 Friday, April 16, 2004 Saturday, April 17, 2004 Monday, April 19, 2004 Tuesday, April 20, 2004 Thursday, April 22, 2004 Friday, April 23, 2004 Saturday, April 24, 2004 Saturday, May 01, 2004 Monday, May 03, 2004 Wednesday, May 05, 2004 Wednesday, May 12, 2004


* Dog Search
Site search Web search

powered by FreeFind

* Dog Fellaz

Smarapradhipa
Cintya
Gorillaz
Tamara
Shinta


* Dog Fave links

Hotmail
Mail2web
Yahoo
Google
Kompas


* Dog Tag
Name

URL or Email

Messages(smilies)


* Dog Thx To

- blogger
- blogskins.com
- serendipityq.com


Putmedown Now!
Apakah kita semua cenderung egois dalam hidup ini?

Ya
Mungkin
Tidak
Tidak tahu

Jika benar kita cenderung egois dalam hidup, apakah kita harus memperbaikinya?

Ya
Mungkin
Tidak
Tidak tahu